Merespons Perubahan dan Merefleksikan Kembali Kelahiran NU
109
kelompok garis keras tersebut murni digerakkan oleh
doktrin agama, seolah-olah apa yang mereka lakukan
tersebut tidak ada kaitannya dengan peran politik Amerika
Serikat dan sekutunya selama ini di Timur Tengah.
Kelompok garis keras seperti ISIS secara sosiologis adalah
bagian dari realitas Islam. Mereka adalah salah satu dari
ekspresi sosial masyarakat Islam dengan kompleksitas
sosialnya masing-masing. Fakta lain bahwa ada kelompok
masyarakat muslim tidak seperti kelompok tersebut adalah
bukti bahwa normatifitas ajaran Islam tidak cukup untuk
menjadikan seorang teroris. Meskipun tak bisa dipungkiri
bahwa dalam teks-teks klasik Islam terdapat ajaran-ajaran
untuk melakukan kekerasan, kekerasan yang dilakukan
oleh seorang muslim juga harus dilihat akarnya dari aspek
konteks sosial dan politik di mana dia berada.
Dengan berpandangan bahwa normatifitas Islam
bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan seseorang
bertindak secara ekstrem atau radikal, menurut Gus Yahya,
konsep Islam Moderat atau Islam Wasatiyyah adalah
konsep yang absurd karena dapat dimaknai seolah-olah
untuk tidak menjadi radikal atau ekstrem seorang muslim
harus mengurangi kadar keislamannya. Pandangan seperti
ini justru menjadi pintu masuk bagi kelompok Hizbut
Tahrir untuk menawarkan gagasannya tentang Islam yang
kafah karena menganggap bahwa Islam moderat itu hanya
50 persen atau kurang dari itu kadar keislamannya.
Realitas
politik
ini
punya
implikasi
terhadap
penggunaan-penggunaan kerangka berpikir fikih dalam
menyikapi fenomena tersebut. Padahal, menurut Gus
Yahya, beberapa ajaran fikih lama didasarkan pada asumsi-
asumsi tatanan politik yang berlaku pada saat itu. Secara
umum ajaran-ajaran fikih tersebut masih didasarkan pada